Kamis, 14 April 2011

jangan tanya..

Dunia modern kian menampakkan ketakberpihakannya pada mereka yang dipinggiran. Tengok saja ketika modernisasi menuntut tata ruang dan kota yang indah memukau, maka emperan bukan lagi kediaman aman bagi mereka yang beratap langit. Kios pinggiran jalan tak bisa lagi menjanjikan kehidupan karena tergusur pembersih kota. Penjaja asongan tak leluasa lagi menyelipkan tubuh ringgihnya ditengah lampu merah, mereka teraniaya satpol PP. Pengemis tak perlu lagi dipertanyakan nasibnya, mereka di intai aparat ditiap sudut. Penjual keliling yang aslinya “halal” beredar dipusat kota, kini makin terdesak kembali kepinggiran tempat asal mereka. Tempat dimana perputaran uang tak segeliat di kota. Lalu apa yang mereka akan suap menyumpal senandung mengerikan kelaparan mulut anak-anak mereka? Bukankah mereka juga anak bangsa ini?! Tak heranlah jika sebagian memilih jadi angker. Menjadi tandingan kesangaran aparat dijalanan. Sebenarnya bukan ingin adu otot, mungkin hanya ingin menampakkan kekuatannya dihadapan kehidupan yang keras. Seolah berdialog “inilah hasil didikanmu!!”

Selanjutnya, tampakkan gambaran kebakaran hebat di area padat sisi kota metropolitan. Tak ganjil jika masyarakat tinggi –hati- menganalisa jika bencana mengerikan itu akibat kesalahan sipenderita yang tak lain adalah bagian negeri ini. Mereka dituduh menumpuk populasi hingga berdesakan disepetak tanah sempit. Mereka dipaksa menanggung kerugian dan sakit hati kehilangan harta benda yang tak bisa dibilang “ada”. Teriakan minta tolong mereka pada sang petugas pemadam hanya dibalas sirine dari ujung gang. Jauh dari lokasi bencana. Cibiran lanjutannya kadang karena lokasi ada di tempat terpencil hingga akses tak cukup memberi jalan untuk kegagahan mobil pemadam. Siapa yang salah? Jangan dipertanyakan.

Coba renungi lagi banyak kasus penggusuran orang pinggiran di sisi lain negeri mereka. Saat matahari dan langit setia menaungi mereka hidup disana lebih dari puluhan tahun. Hingga beranak cucu ditanah itu. Ternyata pemilik negeri ini terbangun dari kebijakannya. Diputuskan diatas kertas putih bermaterai. Kontrakan mereka puluhan tahun berakhir. Kenapa setelah sekian lama mereka damai, kini mereka diusik –bukan, mereka di usir- ? Saat berteriak lantang mereka disambut mesin penghancur. Meremukkan tulang yang harusnya masih kuat menafkahi hidup keluarga. Saat itu hancur karena putus asa. Kemana mereka selanjutnya?? Ingatkah, emperan bukan tempat yang aman lagi. Tapi liat beberapa waktu setelahnya, tanah negeri itu kini dihuni gedung mahal yang ditempati masyarakat mahal negeri ini. Adilkah? Jangan dipertanyakan.

Negeri ini milik siapa?! Orang pinggiran tak layak lagi berstatus penduduk, rakyat, masyarakat, generasi apalagi pemilik. Apapun, dibidang apapun mereka terwakilkan haknya. Jatah perlindungan mereka telah terbeli oleh uang suap, bagian subsidi mereka dimakan rakus oleh tikus koruptor, hukum tak lagi punya taji membela mereka karena habis terkuras makelar hukum. Satu-satunya lembaga yang menggandeng kata rakyat, yang secara prinsipil dan nama adalah pembela rakyat dan wakil rakyat, tak bisa lagi berkutik tentang rakyatnya. Semua hak yang mereka wakilkan untuk menentukan nasib rakyat dan negeri yang sedang sekarat hilang tertindih kepentingan lain. Kepentingan yang diklaim sebagai kepentingan “bersama”. Entah kepentingan siapa, golongan mana, atau koalisi apa? Jangan dipertanyakan.

Nasib hidup negeri besar ini beserta isi-isinya yang tengah meregang nyawa telah diletakkan dipundak mereka yang berjas. Orang elit yang merasa terhina saat membungkuk. Mereka terbiasa berdiri tegap, duduk tegak. Lalu meluncur kemana tanggungjawab dipundak mereka? Sepertinya nasib itu ada diujung lidah mereka yang minoritas. Perwakilan rakyat yang terhormat kini sedang sibuk dengan kertas putih bermaterai lain. Kini giliran kontrak koalisi yang maha penting. Kontrak kepemilikan atas negeri ini. Maka orang pinggiran lagi-lagi terlucuti haknya hingga titik nadir. Inikah politik yang diajarkan pada generasi muda di bangku sekolah? Jika jawabannya adalah bukan, maka darimana paham politik vampirisme penghisap darah ini berawal. Jika jawabannya adalah iya, jangan membelalakkan mata puluhan tahun kedepan jika menyaksikan negeri ini tak lagi punya rakyat, bawahan, dan orang berbudi. Episode zaman mana yang salah dari hidup negeri ini? Jangan dipertanyakan.

Negeri indah ini pun tengah mendung. Keindahannya tertutupi kabut kemilau erotis dan telanjang badan wanitanya. Saat kebaya pun telah terkena imbas modernisasi. Kebaya anggun kini jadi ajang pamer payudara. Sementara lelaki bangga dengan jas tertutupnya yang elegan. Siapa yang salah busana? Saat iklan terpampang liar dilayar kaca tiap hari disesaki model nan gemulai dengan pakaian seadanya, sinetron pagi-siang-malam tiap hari muncul dengan ragam model pakaian pengumbar tubuh, ditambah layar lebar dengan cerita fiktif dibumbui montok sexinya wanita negeri ini. Semakin mengerikan jika semua itu dilabeli “TELAH LULUS SENSOR”. Siapa yang bermasalah? Dimana batas kata pornografi, pornoaksi dan istilah halus kekurangajaran itu? Apakah sebatas paha, lengan, atau dada?? Apa sebatas gerakan, liukan, atau rintihan??! Jangan dipertanyakan.

Tampakkan kembali siluet pembongkaran tentang kisah penjualan anak gadis negeri ini keluar muasalnya. Semua mengutuk. Prihatin. Tak terkecuali pemilik negeri ini. Tak akan ada kisah ini dikemudian hari, janjinya. Dan semua mulut terbungkam janji. Tapi liatlah sekitarmu, ketika penguasa negri malah sibuk menyiapkan lokalisasi. Apa maksudnya? Apakah artinya anak gadis diharamkan tergadai keperawanannya di luar negeri namun dihalalkan untuk dilucuti pakaiannya, digerayati tubuh lugunya dan dibayar atas nafsu syahwat yang terpuaskan? Apakah artinya mereka halal digadaikan di muasalnnya. Di negerinya. Di rumahnya???? Jangan dipertanyakan.

Jangan dipertanyakan. Ingat dengan semua kasus besar yang pernah terendus kepermukaan? Coba evaluasi. Bagaimana akhir semua kasus itu? Kalau bisa disimpulkan semua berujung dengan gelap, blur, kabur, tak jelas. Cenderung ada pola yang sama tiap kasus. Kasus heboh penangkapan penggelapan uang negeri yang sempat ada pencerahan akan terungkap, tiba-tiba tertutupi kasus besar lain yang menyita fokus negeri ini. Lalu seterusnya. Bagaimana kabar kasus bank yang disinyalir menggandeng nama pemilik baru negeri ini? Dimana ujung terbaru kasus ratu suap yang membenamkan karisma jaksa tinggi negeri ini? Siapa tokoh besar dibalik pelesiran dana pajak negeri ini sampai ke bali dan macau? Jangan dipertanyakan.

Romanglompoa 070411 2338
Mu2t






0 comments: