Kamis, 10 Maret 2011

SAUDARA.. (eps. 2)


Hari selanjutnya. “aku” mendapat teguran. Balasan lebih tepatnya. Atas apa yang pernah kulakukan pada mereka saat bersama oranglain. “aku” ceritakan semua tentang mereka. Tentang hal-hal kurang menyenangkan tentang mereka. Makin melupakan semua hal menyenangkan dengan mereka. Dan. “aku” kian merasa JAHAT. BERKHIANAT.!!
Dan hari ini seseorang dari mereka hadir bersamaku. Bersama oranglain. “aku” mulai diajarkan bagaimana rasanya terasing. Terbuang. Terpisahkan. Tapi tetap “aku” biarkan sekiranya begitu. Karena telah “aku” anggukkan kepala, hati dan pikiran untuk tak mengekang. Tak mengikat. “aku” biarkan seseorang itu berpaling pada wajah oranglain. Memandang mata oranglain. Menumpahkan hati dan seluruh harinya dengan oranglain. Karena “aku” tak mau mengingkari janjiku dengan seseorang itu. Berteman apapun itu. Titik!
Before after. “aku” ingat itu sebagai sebuah alasan tentang keterbukaan seseorang dengan oranglain tentangku. Kurasakan. Ingatkah tentang dunia kami yang dipenuhi SINAPS?
Bahwa “aku” masih memiliki persaudaraan itu. Maka seseorang itu adalah bagian jiwaku. Walaupun jiwanya tlah terbagi seperti jiwaku yang dulu tak berbentuk. Apa akan “aku” biarkan kesalahpahaman itu tetap ada padanya dan “aku”?
Entah. Katanya KENYATAAN ADA PADA WAKTU. Let see...........

Selasa, 08 Maret 2011

SAUDARA..

“aku” mengenal mereka. Mereka lalu jadi “KAMI”. Dan kami deklarasikan sebagai SAHABAT. Semua baik-baik saja, dengan semua kesibukan, keterbatasan, perbedaan dan masalah. Semua lancar dan damai. Sampai sesuatu terjadi. Mereka menyebutku keluar “jalur”. EGOIS. Alasannya klise, karena “aku” pergi dengan -orang lain-.

Saat itu aku menemukan oranglain tuk jadi teman setelah merasa di tinggalkan mereka. Tempat dimana aku merasa mendapat pembelaan atas kesalahan yang kurasa bukan salahku. Lalu “aku” semakin jauh. Jauh. Menghindar. Tak mau bersinggungan dengan mereka. Dunia yang baru. Orang-orang yang baru. Sebuah tempat yang menyatakan TAK ADA IKATAN TUK SELALU TETAP BERSAMA. Disini “aku” bebas membuat jalurku sendiri dan itu tak di sebut egois. Hanya SOMBONG jika tak menegur mereka.

Lalu bagaimana perasaan mereka saat aku bahkan tak pernah melihat matanya? Bahkan tak menyadari kehadirannya? Pura-pura mereka tak ada?!!!

Masih benarkah keputusanku tuk membela diri??!!!

Berbeda. Tapi lalu aku sadar. Ternyata “aku” memang egois. Meninggalkan mereka disaat mereka salah paham. Disaat persahabatan itu seharusnya “aku” pertahankan. Dulu “aku” berlindung di balik keangkuhan bahwa keretakan itu bukan salahku. Salah mereka yang menganggap persahabatan ini sebagai ikatan mutlak.

Tapi “aku” benar-benar sadar hari ini. Saat sebuah novel terpampang jelas dimataku.

Persahabatan KAMI bukan ikatan tapi PERSAUDARAAN. Sebegitu cepatkan saudara ditukar oleh oranglain? “aku” tidak sepakat!!!!

Sekarang “aku” merasa egois. Saat “aku” mulai bersama orang lain ternyata “aku” benar-benar telah meninggalkan mereka. Merasa nyaman dengan dunia baru itu dan meninggalkan saudaraku disudut lain. Memandangiku tertawa. Makan. Kemana-mana bersama oranglain. Bersenag-senang dengan oranglain. Melakukan semua yang dulu kami lakukan bersama. Dengan oranglain!!

Dan sekarang “aku” merindukan saudaraku. Sungguh..!!!

Seperti merindukan hari yang lalu. Tak mungkin kembali. Tapi bisa kulanjutkan. Kurajut ulang. Mengurai keruwetan yang ada. Dan kuyakin persabatan itu akan kian erat selanjutnya.

Semoga KAMI akan tetap ada sebagai SAHABAT. SAUDARA.